Kamis, 30 September 2010

ini tentang hidup bag 4


Bag 4
          “ sorry bos, jangan kasar sama cewek” ujar Vino semakin membuat Sandro kesal, aku nggak bisa menduga lagi apa yang bakalan terjadi selanjutnya.
          “ ohhh……. Elo juga mau jadi pahlawan kesiangan?”
          “ baru tau lo, ada masalah?” jawab Vino santai

Sandro akhirnya memilih pergi, akh… aku agak lega melihat dia pergi. Ya… setidaknya untuk saat ini nggak bakalan terjadi apa-apa disini.

          “ thank’s” ucap Dinda pada Vino
          “ gue Cuma nggak mau ada hutang budi sama siapapun”

Hutang budi? Maksudnya Vino apaan? Hutang budi sama siapa?

          “ hutang budi?” Dinda bingung
          “ iya, dia kemaren udah bantuin gue dikuis rangkain analog, sekarang gue udah bayar Hutang gue” ujarnya mengalihkan pembicaraan kepada ku. Kemudian pergi.

Sedangkan aku dan Dinda ditinggalkan dengan perasaan kaget dan bingung. Nggak nyangka kalo vino orangnya sedetil itu. Aku nggak nyangka Vino masih inget itu, menurut aku itu hal biasa aja. Toh dia juga sering nyontek ama anak-anak lain. Emang itu pertama kalinya aku nyontekin dia.

Hari terus berlalu, aku dan Dinda semakin akrab sepertinya kami sudah berteman sangat lama dan tak pernah ad aperselihan ataupun jarak sebelumnya. Minggu ini Dinda ulang tahun rencananya aku, seli dan fira mau ngebuat surprise buat Dinda, dan mau ngajak teman-teman satu kelas.

Semuanya rata-rata mau ikut, kecuali yang ada halangan. Tinggal Sandro dan Vino yang belum aku kasih tau. Mungkin mereka udah tau tapi aku belum ngomong langsung kemeraka. Aku menghampiri Sandro yang lagi duduk sendirian ditangga sambil baca buku.

          “ sorry san ganggu” ujar ku

Sandro menghentikan membaca dan menutup bukunya kemudian memandangku dengan padangan yang tidak ramah seperti dia ingin menelan ku hidupp-hidup. Aku diam, sejenak nyali ku menciut untuk mengatakn ini karena aku tau dia pasti menolak tawaran untuk ngerayain ulang tahunnya Dinda.

          “ ada apa?” tanyanya dingin, dingin atau juteknya susah dech bedainnya.
          “ ini, minggu ini kan Dinda ulang tahun” belum selesai aku ngomong udah dipotong olehnya.
          “ apa urusannya sama gue?” tanyanya
          “ mkasud kita mau ngadain acara kecil2an buat dia, elo mau ikutan?”
          “ elo pasti udah tau jawaban gue, sebelum elo kepikiran buat ngajak gue” jawab Sandro agak dengan nada yang tinggi kemudian pergi meninggalkanku.

Akh.. bodohnya aku, mengajak dia. Padahal aku sudah tau apa jawabannya. Bikin malu aja. Tinggal yang terakhir Vino, apa nantinya hasil nggak bakalan beda dengan Sandro ya? Aku takut sendiri. Tapi aku harus tetap melakukannya. Aku hampiri Vino yang sedang berkumpul dengan anak-anak didepan kelas.

          “sorry vin, gue mau ngomong sebentar bisa” ujarku

Tampak wajahnya agak bingung, tapi wajahnya agal sedikit lebih ramah dibandingkan dengan Sandro tadi.

          “ada apa? Tumben?”
          “ ini, minggu ini kan Dinda ulang tahun, jadi rencananya kita mau buatin surprise buat dia. Elo mau ikutan”
          “ kapan?”
Wah… kayaknya tanda positif nie, huh… aku menarik napas panjang dan menghembuskannya setidaknya ini tidak seperti Sandro tadi, walaupun nantinya dia nggak bakalan ikut juga.

          “ minggu, tapi kita kumpul dulu dikampus terus ntar baru berangkat barengan”
          “ ok dech, kalo gue nggak ad akerjaan gue dateng”
          “ usahain ya” ucapku,
Vino tersenyum padaku, lega rasanya. Akhirnya situasi dikampus ini sudha mulai mencair. Yah tinggal si bos besar Sandro aja. Yang masih sok.

Hari minggu sekitar jam 11 semua anak udah kumpul dikampus, kue juga udah dibuat. Akh.. aku harap-harap cemas Vino belum dateng, dia dateng apa nggak ya.
          “ berangkat yuk, ntar kue nya nggak enak lagi nie” ujar selli padaku
          “ bentar lagi dech, 5 menit aja”
          “ emangnya nungguin siapa sie, semuanya kan udah dateng”
Aku terus memandang kearah jalan berharap kedatengan Vino.
          “ ayo cepetan” selli menarik tangan ku
Akupun mengikuti selli, sepertinya aku terlalu banyak berharap siapa tau perkataan kemarin hanyalah basa-basi saja.
Tiba-tiba terdengar suara motor, aku masih berharap tapi aku nggak mau noleh karena takut nanti kecewa.
          “ sorry gue telat, soalnya gue baru kebangun”
Aku kenal suara itu, itu adalah suara Vino. Akh.. betapa senangnya hatiku, akhirnya Vino mau ikut berarti akan ada  lebih banyak lagi perubahan didalam kelas ku yang awalnya tampak begitu kaku.
          “ nggak kok, ini kita mau berangkat “ jawab ku dengan semangat.
Aku sempat menoleh ke teman-teman ku sepertinya mereka tak kalah kagetnya dengan aku.
          “ bagus dech”

Acaranya berlangsung baik, Dinda sampe nangis terharu liat kita kasih supprise ke dia. Aku dna yang lain pun ikut terharu melihat penghargaannya pada kami. Mamanya Dinda kelabakan bingung mau ngasih kami makanan apaan. Terus mamanya nelpon delivery, dan akhirnya kami semua kekenyangan. Pacarnya Dinda juga hadir, tapi tampaknya dia kurang ramah atau emang nggak suka sama kami ya.. nggak tau juga.

          “ thanks bangenya jen. Ini baru pertama kalinya gue dapet surprise party. Padahal gue udh nggak mau lagi ngerayain ulang tahun gue.” Ujar Dinda pada ku
          “ sama-sama din “
Kemudian Dinda berdiri, dan sepertinya ada yang ingin dikatakannya.
          “ mohon perhatiannya sebentar, gue mau bilang thanks banget kalian semua udah mau susah-susah buat ngebuat acara ini, gue bahagia banget” ujar Dinda
Tampak senyum bahagia diwajahnya, dan semua yang hadir.

          “ thanks banget udah mau gabung” aku menghampiri Vino yang asyik dipojokan sendirian.
          “ biasa aja lah, Dinda kan juga temen gue. Lumayanlah bisa makan gratis” jawabnya santai.
          “ gue nggak nyangka elo beneran mau dateng”
Vino hanya menjawab dengan senyuman.
          “ gue juga nggak nyangkan kalo elo bakalan ada di acara surprise party ini. Gue kira elo anti banget sama gue “ sambung Dinda yang tiba-tiba dateng.
          “ emang elo udang apa gue harus anti” jawab Vino
Oooooooo,,,,, ternyata Vino alergi udang, guman ku dalam hati.
          “ hahahaaa… bisa aja lo” Dinda tertawa
Sedangkan Vino hanya tersenyum begitupun aku, tampak suasana akrab. Yang tak pernah terpikirkan sebelumnya antara kami.

Perlahan-lahan akhirnya aku, Dinda dan Vino menjadi seorang teman. Aku benar-benar tidak menyangka akan hal ini. Ternyata Vino anaknya asyik, dia suka banget ngebanyol, mulutnya bener-bener lincah apa lagi kalo udah ngatain orang. Waduh aku dan Dinda aja bisa kalah ama dia.

          “ gue males banget dech mata kuliah ini. Ngantuk gue?” ujar Dinda yang mengeluh tentang mata kuliah yang satu ini.

          “sama gue juga males banget, ngerti juga nggak gue. Banyakin dos ague iya ngeliat dia ngejelasin didepan” sahut Vino, sedangkan aku hanya tersenyum melihat mereka berdua.

Jujur sie sebenernya gue juga gitu, abis dosenny membosankan sangat, serius mulu. Tapi kita suka ledekin cara dosen yang satu ini ngomong. Kalo dia bercerita tentang pengalamannya beliau begitu ekspresip, jadi kami semua bisa tertawa terpingkal2 melihat gayanya. Padahal cerita yang diceritakannya biasa saja tapi ekspresi dan mimic mukanya bener luar biasa. Aku akuin emang beliau pinter banget.

Beliau Cuma lulusan D3, emang bapak ini tergolong muda. Tapi kami tidak tertarik padanya (heheheee). Semuanya kayaknya bisa dilakukannya, dia juga dosen dikampus lain dan dia juga salah satu guru disalah satu SMT di didaerah ini. Ilmunya tetang computer dan tentang IT boleh diacungkan jempol. Salut dech buat beliau.
Satu kebiasaannya yang sering buat kami ketawa sendiri, yaitu: jika ada diantara kami yang salah atau nggak bisa ngerjain tugas yang dia kasih, maka dia akan mengatakan.
          “ addduuuhhh………” sambil menepak dahinya.
Terus ada lagi satu kebiasannya kalo kita nanya karena kita nggak bisa, beliau memang akan mengajarkan kepada kita, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya cukup menyakitkan hati. Oleh karena itu kami jadi males bertanya padanya.

Akh… akhirnya dengan susah payah kamipun bisa menyelasaikan hari yang berat ini. Tapi hari yang berat ini benar-benar meninggalkan hal yang berat juga. Pada mata kuliah yang terakhir tadi, kami ditugaskan untuk mengerjakan tugas secara berkelompok. Dan kelompoknya dibagi dengan cara memilih kertas yang sudah tertulis kita akan berada dikelompok mana. Sesuai absen, diantara aku, Dinda dan Vino yang terlebih dahulu mengambil adalah Dinda. Setelah Dinda maju dia mendapatkan kelompok 3. Kemudian dilanjutkan dengan nomor absen selanjutnya, kelompok 3 baru Dinda sendirian.
          “ Je, pinter2 lo milihnya biar kita satu kelompok” ujar Dinda sebelum aku maju.
          “ mau lo sekelompok ama nenek sihir ini” sela Vino yang duduk dibelakang kami
          “ yeeee…. Gue sumpahin lo sekelompok sama gue” ujar Dinda
          “ amit-amit” sahut Vino
Aku pun maju, dan mengambil kertas. Saat aku buka ternyata, aku sekelompok dengan Dinda. Aku memperlihatkan kertasku pada Dinda dan dia tampak sangat girang.
Setelah dua absen dari ku, Vino maju kedepan. Nama aslinya sie Livino Edwar, jadi nomor absen kami tidak terlalu jauh bedanya.
          “ allah selalu denger doa orang teraniaya. Ya allah semoga sie kutu kupret ini satu kelompok sama gue. Amin” ujar Dinda sambil mengadahkan tangannya.
          “ amin ya allah” sahut ku ikut mengaminkan
          “ amit-amit” ujar Vino sambil melangkah.
Vino memilih kertas, tampak dia mengucapkan bismillah. Sepertinya dia benar-benar tidak berharap satu kelompok dengan kami. Aku hanya tertawa geli didalam hatiku. Kemudia dia memilih salah satu kertas dan dibukanya. Vino tidak langsung menyebutkan pada pak Edi dia masuk dikelompok berapa. Akupun deg-degan dia masuk kelompok berapa.
          “ vino, kamu masuk kelompok mana?” Tanya pak Edi yang agaknya kesal melihat Vino yang hanya diam.
          “ kelompok tiga pak” jawab vino
Dinda langsung tertawa, akupun mengikuti tindakannya.
          “ syukurin lo. Akhirnya sekelompok juga lo sama gue. Hahahahahaaaaa” Dinda tertawa, akupun begitu.
          “ sial amat sie gue, sekelompok sama orang gila kayak kalian” ujarnya menggerutu.
          “ apa sial? Yang ada kita sial sekelompok sama pemales kayak lo” sahut Dinda tak mau kalah.
Aku dan Dinda asyik tertawa, sedangkan Vino yang kesal berangsur-angsur membaik dan menerima kenyataan yang menyakitkan hatinya.
          “ kok bisa ya kita bertiga satu kelompok. Kira-kira siapa satu lagi yang masuk kelompok kita. Jangan-jangan?” tampak raut cemas diwajahnya Vino
          “ jangan-jangan siapa?’ sahut Dinda
          “ Sandro “ pak Edi menyebutkan giliran selanjutnya.
Mata kami langsung tertuju padanya, aku rasa apa yang aku pikirikan sama dengan yang dipikirkan oleh Dinda dan Vino. Kali ini aku benar-benar tak berharap dia adalah the next anggota keompok kami. Jangan ya Allah aku mohon pada Mu.

Senin, 27 September 2010

kenangan itu terus ad bag 2 : : sejuta kisah aku dan belalang

kayaknya aku lagi banyak banget inspirasi ya, smape nulig mulu akhir-akhir ini. tapi nggak papa dech, bagus juga buat aku.
nah sekarang aku mau cerita tentang satu binatang, binatang yang sering jadi musuh para petani yang selalu menghancurkan tanaman mereka. dia adalah BELALANG.
binatang kecil ini yang bisa terbang dan warnanya hijau (yang aku tau), memberikan aku berjuta kisah (Lebay mode on).
emang dari kecil aku udah akrab banget dengan yang namanya belalang, aku sering diajak ayah aku nangkepin belalang buat lucu-lucuan aja sie, terus sering kita pelihara dirumah. yah... walaupun kebanyakan pada mati semua.
 ini salah satu gambar belalang, yang lucu menurut aku

dulu juga ad flim satria baja hitam flim buat anak-anak tentang seorang pahlawan yang mukanya mirip ama belalang.
dan belalangpun sampe sekarang tetep jadi suatu hal yang istimewa, nggak kalah dech ama satria baja hitam dihati para penggemarnya.

aku inget banget waktu SMA. hmmmmmm....... kelas berapa ya???????
 pokoknya SMA dech, disekolahku banyak belalang gede-gede lagi. aku sama temen-temenku sering nangkepin dia dan sayapnya kita lepasin biar dia nggak bisa terbang. hahahaaaa.... jahat banget ya kita.
aku inget banget temen aku Dony yang badannya gede dan tinggi lagi. takut banget sama belalang.
hahahaaaa.... nggak malu tuh apa sama badan.
kalo aku dapet belalang pasti aku kasihin sama dia. udha dech nggak ada cerita lain selain kejer-kejeran sama dia.

ayu, mareta, meli nggak kalah takutnya sama belalang. setiap aku udah nemu belalang mereka pasti nggak mau deket-deket sama aku. kalo Lisa sama deli kayaknya aman-aman aja ma belalang, soalnya kau juga jarang nakut2in mereka soalnya waktu itu kami nggak satu kelas.
klao midun aku juga lupa takut apa nggak, tapi kayaknya nggak takut dech.
dan Husni lah teman sejatiku dalam hal belalang, hahahaaaa
dia yang sering bantuin aku cari belalang buat nakut-nakutin yang lain. hahahaa.. thanks banget ya husni.

pernah waktu itu lagi jam pelajaran terus aku liat ada belalang gede, tapi ada dikantin. kebetulan kelas aku lagi kosong. langsung aja aku keluar dan mengambilnya. letak belalangnya lumayan tinggi akhirnya aku naik meja kantin dan aku ambil. sedangkan teman-temanku melihat tingkahku lewat jendela (kebetulan waktu kelas kami sampingnya adalah kantin) mereka hanya tertawa melihat ku sambil memastikan kondisi aman.

nggak disangka-sangka saat aku mau turun, eh ada guru yang keluar dari kantin. aku inget dia guru bahasa inggris ku waktu aku kelas dua, tapi aku lupa siapa namanya. dia menegur ku.
             " ika ngapain kamu?" tanyanya
aku hanya tersenyum, sambil berusaha untuk menyembunyika belalang yang ada ditanganku, tapi sepertinta dia meliahatnya. saat aku menoleh kearah kelasku, teman-temanku sudah menghilang semuanya. mereka benar-benar tidak setia kawan pikirku.
           " untuk apa belalang itu?" tanyanya lagi, aku tak menjawab hanya diam karena aku bingung dan lebih tepatnya lagi nggak tau mau jawab apa.
           " buat praktek biologi ya?"
           " iya bu, buat prakter" sahut kulangsung.
           " yah sudah masuk kelas sana" uajrnya
           " permisi bu"
kemudian aku langsung lari kemasuk kedalam kelas ku, ternyata teman-temanku sedang menertawakan ku. bagus pikirku dalam hati. tapi aku tidak terlalu memikirkannya, setidaknya kau masih bsia selamat dan aku mendapatkan belalang. hahahaaaaa....
semua yang takut dengan belalang sudha memasang ekspresi pura-pura tidak tau. walaupun mereka pura-pura tidak tau, tapi aku tau.
aku mulai dari badannya yang paling gede, dan paling suka menganiaya aku.
           " dony I'm coming " ujartku sambil berlari kearahnya.
dia lari ketakutan keliling kelas, sedangkan aku dan teamn-teman yang lain tertawa melihat tingkahnya.
hahahaaa.....................





Jumat, 24 September 2010

ini tentang hidup bag ke 2


Bag 2
Persahabatan adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Fitrah manusia yang memerlukan komunitas mengharuskan kita bersosialisasi, terkadang keberadaan sahabat menjadi lebih penting dari sekedar kenalan. Kehidupan kita tak akan pernah  lepas dari seorang sahabat dan menurutku setiap orang pasti membutuhkan itu.
Hari ada kelas KWN ini adalah salah satu MKU atau mata kuliah umum yang harus ada. Entah aku pun juga bingung dengan dosen ku satu ini namanya Pak Yahya empat jam mata kuliah ini mungkin hanya satu jam membahas materi selanjutnya dia menjelaskan hal-hal yang sering terjadi dilingkungan ini. Menurut aku dia bukan hanya sekedar mengajar tapi dia mencoba untuk mendidik kami dengan memberikan hal-hal yang mungkin sering kami temui dan tak dapat kami artikan itu sebagai pembelajaran.
“ sekarang menurut kalian apa arti dari seorang sahabat? Dan apakah setiap orang memerlukan itu?” ujar pak Yahya melontarkan pertanyaan.
Aku rasa itu bukan lah sebuah pertanyaan yang harus dijawab. Semua yang ada dikelas belomba-lomba untuk menjawab, bisa dikatakan mereka mengatakan iya dengan menggunakan berbagai alasan yang berbeda ada yang dari sangat diplomatis dan sampe yang sangat simple “ kita tak akan mampu hidup tanpa orang lain”. Yups bener banget kita terlahir sebagai makhluk social.
“ menurut saya pak, sahabat bukan lah seorang yang penting dalam hidup saya dan hanya tak membutuhkannya” Sandro berdiri dan memberikan argumentnya yang membuat semua perhatian dikelas beralih kepadanya.
Entah apa yang ada didalam otaknya hingga dia bisa berpendapat seperti itu.
“ apa alasannya?” ujar pak yahya
“ mungkin memang takdir kita adalah sebagai makhluk social, tapi itu tak mengharuskan kita memiliki sahabat. Menurut saya tak ada yang bisa dipercaya didunia ini selain diri kita sendiri, jadi saya rasa sahabat itu bukanlah sesuatu yang berarti” ujarnya.
“ nggak usah munak dech lo, tapi menurut gue wajar aja kalo elo berpendapat kayak gitu secara elo nggak ada temen” sela Vino yang terdengar agak geram.
“ jadi tidak ada didunia ini yang kamu percayai untuk berbagi”
“ tidak pak”
Pak yahya hanya manggut-manggut saja.
          “ maaf saya hanya ingin menanggapi argument saudara Sandro, mungkin nggak ada didunia ini yang anda percayai untuk berbagi cerita hidup anda. Saya rasa jangankan sahabat keluargapun anda tidak punya”
          “ apa maksud mu?” ujarnya tampak geram mendengar komentar ku.
          “ maksud saya, mungkin banyak didunia orang yang tidak beruntung seperti anda yang tidak mempunyai sahabat, tapi asal anda tau mereka tetap masih ada keluarga yang mereka percayai untuk sekedar berbagi apa yang telah terjadi dengan dirinya hari ini. Dan untuk anda ketahui ada sebuah pribahasa dari Mark Twain
yaitu, Grief can take care of itself, but to get the full value of joy you must have somebody to divide it with. Saya rasa anda lebih mengerti apa yang saya maksud. Terima kasih”
Setelah aku berbicara semua teman-teman ku bertepuk tangan.
          “ baik lah hari ini cukup smapai disini, oh ya untuk Sandro mungkin kamu perlu merenungkan argumen kamu sendiri dan tanggapan dari Jeni”

          Aku rasa belum terlalu jauh pak yahya keluar dari kelas kami Sandro datang menghampiri ku.
          “ eh lo jangan merasa menang dan besar kepalanya” ujarnya
          “ maaf sebelumnya saya nggak merasa menang dari siapapun dan kepala saya tidak membesar tetap seperti. Tolong di catat ya..” ujar ku sambil berlalu meninggalkan dia.

Ada perasaan bahagia dalam hati ku karena aku berhasil mematahkan argument dari Sandro yang biasanya jarang sekali ada diantara kami yang bisa mematahkan argumentnya. Aku pastikan dia pasti sangat kesal padaku, mungkin kalo bisa dia ingin memukuli ku sampai dia puas.

Diasrama ini aku menghabiskan sisa waktu sepulang kuliah, melepaskan penat dengan bercanda-canda bersama teman-teman. Sebagai junior kami agak sedikit merasa tertekan batin, soalnya kalo kami salah aja dikit pasti langsung kena marah coba mereka hmmmmmm……… suka-suka mereka. Kadang kalo dipikir semua yang ada disini mempunyai hak dan kewajiban yang sama terus kenapa kami diperlakukan seperti ini.

Hari ini kami kuis mata kuliah Rangkaian Analog, salah satu mata kuliah selalu membuat aku pusing. Aku belajar semampu ku dengan meminta bimbingan dengan teman-temanku yang lebih menguasi mata kuliah ini dari pada aku. Lumanyanlah hasil belajar ku semalam buktinya aku bisa mengisi dengan lancer. Waktu masih bersisa setengah jam aku sudah berhasil mneyelesaikan soalnya, aku melirik teman-teman ku semua khusyuk mengerjakan soal, dan saat aku menoleh kearah Vino kertas jawabannya masih kosong melompong. Tak tega aku melihatnya, kemudian aku menyalinkan jawaban ku kekertas lain dan saat aku akan mengumpul kuberikan kertas itu padanya.
“ thank’s” ucap Vino, aku hanya membalasnya dengan tersenyum.

Hari-hari terus berlalu, kamipun sudah mulai beradaptasi dengan kehidupan disini. Semuanya sudah menemukan sela-sela untuk mendapatkan ketenangan disini. Akhir-akhin Dinda kuperhatikan sering murung, dikampuspun dia banyak diam tidak seperti biasanya. Sekarangpun  sudah jarang cowok-cowok disini menyatakan cinta padanya, mungkin mereka sudah tau apa yang akan dikatakan oleh Dinda pasti lah “TIDAK”.
Seperti biasanya makan malam jam ½ 7 malam, udah jadi peraturannya kalo udah jam ½ 7 masih belum datang keruang makan maka akan ditinggal. Hari ini aku tidak makan, aku hanya duduk diruang tengah. Aku melihat Dinda masuk wajahnya tampak murung dan kayaknya pucat, apa Dinda sakit????.
“ kenapa nggak makan Din?” Tanya ku
“ nggak kebagian” jawabnya Lemas
“ kalo mau makan gue ada mie tuh masak aja”
“ nggak usah makasih”
“ ya udah kalo gitu”
Dinda menanggapiku dengan dingin, menurut ku ada yang membebaninya. Mukanya tampak pucat tak sehat. Terdengar suara sesuatu yang jatuh kelantai. Aku berdiri untuk mengecek apa yang jatuh saat aku lihat ternyata Dinda pingsan.

          “ Din, bangun din….” Ujar ku mengoyang-goyangkan tubuhnya, aku bingung ahrus bagaimana. Aku tak akan sanggup untuk membopong Dinda masuk kekamarnya, mana diasrama sepi lagi karena pada makan semua.
          “ assalammualaikum” terdengar suara dari depan pintu. Aku langsung berdiri menghampiri mereka.
          “ mbak tolong Dinda pingsan” ujarku panic
Mereka langsung berlali melihat kondisi Dinda, akhirnya kami mengangkat Dinda dan membawanya kekamarnya.
          “ dinda kenapa Jeni?” Tanya mbak Lisa coordinator asrama kami.
          “ nggak tau juga mbak, tadi waktu dia datang tiba-tiba langsung jatuh gitu aja. Apa kita bawa kerumah sakit aja mbak?” ujar ku panic
          “ nggak usah, kayaknya Dinda Cuma kecapekan aja. Bentar algi juga sadar, kalo dia udah sadar nanti kasih dia minum obat ini ya” ujar mbak lisa
Aku menganggukan kepalaku, pada saat inilah rasa kekeluargaan benar-benar terasa disini. Walaupun keluarga kita tak ada disini tapi kita tidak akan terlalu merasakan itu.
          seniorku dan teman-teman yang lain keluar dari kamar Dinda, sekarang hanya ada aku, Selly dan Fira teman sekamarku.
          “ sel, emangnya Dinda gimana akhir-akhir ini?” Tanya Fira pada Selly
          “ gue nggak tau juga, soalnya gue kan jarang banget dikamar, kalian tau sendiri. Tapi emang akhir2 ini Dinda suka ngelamun nggak tau apa yang dipikirin”
          “ ya udah dech, malem ini kita tidur disini aja ya fir” ajak ku
          “ iya, tapi aku ama Selly mau keluar sebentar dulu ya, soalnya ada rapat nie. Ntar kalo dah selesai kita langsung pulang. “

Aku memandangi Dinda yang sedang tertidur lelap dengan banyak tanda Tanya, apa yang terjadi padanya?. Dia tak mau berbagi dengan kami, dia hanya menyimpannya dalam hati dan ia tanggung sendiri. Aku iba melihatnya, dia mempunyai segalanya bahkan apapun yang diinginkannya bisa dimilikinya, tapi hanya satu yang belum ia miliki dan ia tak bisa menggunakan kekuasaan orang tuanya  atau apapun yang dia punya untuk dapat memilikinya, yaitu dia tak mememiliki SAHABAT untuk berbagi kesedihan dan kebahagiaan dalam kehidupannya.




Rabu, 22 September 2010

berharap, boleh kan?

berharap ada yang baca semua posting aku, baca cerita2 yang aku buat. terus koment trs kasih saran buat aku lebih baik lagi buat nulis.
tapi kayaknya itu cuma harapan doank dech...
alias mimpi kali ye...
kagak mungkin banget, ngapain buang2 waktu aja.

tapi berharap, bolehkan?
nggak ada yang salah, entah suata saat ada orang nyasar keblog ku dan baca cerita2 ku ini...
yupz..
aku menanti akan saat itu.

berharap saat-saat seperti itu akan datang dan menghampiri aku disini...

kan HARAPAN ADALAH MILIK SEMUA ORANG

ini tentang hidup bag 3

Bag 3

Dikelas Dinda masih tampak pucat, dia pun tampak tak bersemangat. Mungkin kondisi tubuhnya belum terlalu sehat untuk kuliah hari ini. Awalnya kami melarangnya untuk kuliah hari ini tapi dinda memaksa untuk tetap kuliah.
Dinda sosok gadis impian, bahkan bukan hanya Laki-Laki yang suka padanya, jujur sebagai wanitapun aku mengaguminya, dia mempunyai semua hal yang harus dimiliki oleh seorang wanita. Akupun terkadang iri melihatnya, tapi semalam akhirnya aku sadar bahwa Dinda hanyalah seorang manusia biasa yang tak layak untuk diirikan.
Dia hanya seorang gadis yang beranjak dewasa, seseorang yang berusaha untuk tetap berjalan dijalan yang ia kehendaki. Dan tak ingin dikasihani oleh siapapun. Aku teringat akan ceritanya semalam mengapa ia sampai bisa pingsan semalam.
Saat semuanya sudha tertidur lelap, tak tau mengapa mataku tak dapat terpejam. Akhirnya kuputuskan untuk membaca buku. Karena terlalu asyik membaca buku tanpa kusadari bahwa Dinda terbangun dari tidurnya dan ketika aku menyadarinya aku melihatnya menangis. Aku menghampirinya.
“ elo kenapa Din?” Tanya ku
Dinda tak menjawab dia hanya diam dan terus menangis, tak lama dari itu Seli dan Fira pun bangun. Mereka memberikan isyarat pertanyaan ada apa dengan Dinda?. Aku hanya mengangkat bahu ku, karena kaupun tak tau mengapa.
    “ din, elo lagi ada masalah ya?” Tanya Seli
    “ din, kalo elo mau cerita, cerita aja sama kita. Walau mungkin nanti kita nggak bisa bantu apa-apa setidaknya ada yang mau dengerin keluhan elo” lanjut Fira

Dinda diam, dia tak menjawab pertanyaan Sely dan Fira. Dia hanya terus menangis, aku yang tepat duduk disebelahnya dapat merasakan kesedihannya. Tangisnya begitu berat, mungkin maslahnya kali ini bukan lagi masalah sepele seperti biasanya. Lama Dinda diam, tiba-tiba dia memelukku sambil terus menangis. Aku terkejut sekali, aku bingung harus gimana. Aku hanya mengelus-elus punggungnya.
    “ kalo elo mau nangis, nangis aja din. Siapa tau bisa mengurangi sedikit beban lo” ujar ku
Cukup lama Dinda menangis, akhirnya dia melepaskan pelukannya padaku dan akhirnya ia mau bercerita dengan kami.
    “ nyokap gue sakit, minggu kemarin sekitar jam 11 malam gue dapet kabar kalo nyokap gue masuk rumah sakit terkena serangan jantung. Gue bingung harus gimana, gue nggak mungkin bisa keluar dijam semalam itu. Besoknya gue kejurusan mau minta surat izin tapi nggak dikasih karena siangnya kita ada kuis. Gue takut kalo gue nggak bisa ketemu nyokap gue lagi, dulu penyakit itu juga udah bawa kakak gue pergi ninggalin gue selama-lamanya, gue nggak mau kali ini terjadi lagi” ujar Dinda panjang Lebar sambil menangis.
    “ masak jurusan nggak ngasih elo izin, apa lagi izinnya karena nyokap lo masuk rumah sakit. Kelewatan bnaget sie?” ujar Fira tampak emosi.
    “ gue nggak bilang kalo nyokap gue sakit, gue nggak mau dikasihani kalo kalian semua tau masalah gue ini” ujar Dinda
Kami kembali terdiam, aku nggak tau apa yang ada didalam pikirannya Dinda situasi udah segawat ini masih aja mikirin gengsi.
    “ udah nggak usah nangis lagi, besok kan kita pulang. Semoga aja ntar nyokap elo udah baikkan” ujar ku menenangkan.
    “ amin” sahut fira dan sely
Tampak anggukan kepala dari Dinda.
    “ udah yuk, kita tidur ntar besok kesiangan lagi” ajak Sely

Walau aku nggak tau gimana rasanya punya seorang ayah apa lagi dia sedang sakit atau apalah musibah yang menimpanya. Tapi aku tau bagaimana rasanya ketika kita mengkhawatirkan orang yang kita sayangi yang sedang tertimpa musibah. Walau aku nggak punya orang tua tapi aku masih mempunyai keluarga.

Waktu break makan siang Dinda meminta aku menemaninya meminta izin agar bisa pulang duluan.
    “ maaf pak, saya bisa nggak minta izin untuk pulang lebih awal”
    “ kenapa?” Tanya pak Andre, dia adalah staf asrama kami yang cerewet banget.
    “ mama saya masuk rumah sakit pak. Bisa kan pak?” Dinda memohon dengan wajah penuh harap.
    “ pak tolonglah, kami tidak mungkin berbohong. Nggak mungkin kami berbohong dengan memakai nama orang tua kami sendiri pak!!!!!!!!!” tegas ku.
Pak Andre tampak berpikir, dan akhirnya dia mengluarkan surat izin.
    “ sebelumnya nanti kamu menghadap kemahasiswaan untuk dapat izin lagi” terang pak Andre.
    “ iya pak, terima kasih pak” ujar Dinda sambil tersenyum
Aku hanya membalas kebaikan hati pak Andre kali ini hanya dengan senyum.

Dinda dijemput, kayaknya sie itu pacarnya tapi nggak tau juga. Orang itu nggak mau keluar dari mobil.
    “ makasih ya udah mau bantuin gue, padahal selama ini gue nggak ada baik-baiknya ama kalian” ujar Dinda
    “ namanya aja temen harus saling tolong menolong dong, ya nggak?” ujar Sely kami menjawabnya dengan tersenyum.
    “ kalo ada apa-apa nggak usah sungkan ya ama kita” sambung fira.
    “ thank’s banget, Cuma itu yang bisa gue ucapin saat ini. Gue cabut ya, doain nyokap gue biar cepet sembuh”
    “ pasti” jawab kami bertiga hamper serentak
Kemudian Dinda masuk kedalam mobil, ia melambaikan tangannya pada kami.

Semingu telah berlalu, kini yang aku dengar mamanya Dinda sudah keluar dari rumah sakit dan udah lumayan. Kini aku dengan Dinda berteman, kami mencoba membangun sebuah hubungan baik. Sely pun sudah nggak pernah lagi mengungsi tidur dikamar ku. Bener kata pribahasa Tuhan bisa membolak balikkan hati seseorang seperti menjentikkan jari.

    “ baik lah, ibu hari ini akan membagikan hasil kuis kalian minggu kemarin. Kali nilai tertinggi adalah 95, dan hanya satu orang saja” ujar bu Lusi

Rasanya tak perlu lagi diumumkan siapa orangnya itu, yang selalu mendapat nilai terbesar dikelas ini siapa lagi kalo bukan Sandro.

    “ dia adalah Jeni “
Apa??????? Apa benar yang barusan disebut adalah nama ku. Nggak mungkin, nggak mungkin.
    “ ayo jeni, ambil kertas kamu” ujar bu Lusi
    “ cepetan Jen, ngapain sie lo” ujar Dinda yang duduk disamping ku
Aku berdiri maju kedepan mengambil kertas ujian ku, rasa tak percaya menghampiri ku. Nggak mungkin aku bisa melampaui nilai Sandro. Aku melirik kearah Sandro tampak raut tak senang diwajahnya. Aku kembali ketempat duduk ku.
    “ selamat ya je, akhirnya elo bisa mengalahkan cowok sok itu. Selamet ya” ujar Dinda. Aku hanya tersenyum padanya.
    “ iah je, gue enek liat cowok sok itu, syukurin lo. Emangnya dia kira yang pinter dikelas ini Cuma dia doank”
    “ ok, waktunya break sampai ketemu minggu depan” ujar bu Lusi kemudian keluar dari kelas.
    “ guys…. Berhubung hari ini Jean dapet nilai paling gede dikelas kita. Jadi Jean mau nraktir kalian semua dikantin depan kampus” ujar Dinda
Aku langsung menarik Dinda.
    “ apa-apaan sie lo? Dari mana gue duit buat nraktir mereka” ujar ku
    “ tenang aja lo, biar gue semua yang atur” bisik Dinda padaku
    “ ok guys” ujar Dinda menegaskan sekali lagi.

Aku melihat Sandro terus memandangi ku, tampak raut tak senang itu tambah menjadi sekarang. Aku sendiri takut menatapnya, tapi kenapa aku harus takut? Aku bisa karena usaha ku sendiri. Akhirnya aku membangun kembali kepercayaan diri ku dan mengatakan pada diriku bahwa aku memang pantas mendapatkan ini semua.

Waktu dikantin tadi Cuma sandro yang nggak ada, kayaknya dia kecewa banget. Aku cabut duluan dari kantin soalnya aku harus kejurusan. Nggak lama aku pergi aku liat
 Anak-anak juga keluar dari kantin solanya kita udah hampir masuk. Keluar dari jurusan udah jam satu, bahaya kelas aku udah mulai nie. Aku berlarian menuju kelasku. Sesampainya didepan kelas anak-anak pada duduk diluar kelas.

    “ kenapa lo dikejer setan ?” Tanya Sely
    “ koq belum masuk?” Tanya ku dengan napas nges-ngeson
    “ dosennya nggak masuk, tapi kita nggak boleh balik keasrama”

Kalau tau begini aku nggak perlu lari-lari dari jurusan kekelas, tau tadi aku bisa jalan santai aja.

    “ ngapain lo kejurusan?” Tanya Dinda
    “ dikasih tugas sama pak Sabian, dia besok nggak masuk”
    “ beneran nie? Yes….. bebas donk besog… hahahaaaaa “ ujar Dinda bahagia
    “ udah ah, gue masuk dulu ya” ujar ku sambil melangkah masuk kekelas.

Saat akan masuk didepan pintu kelas aku dihadang oleh Sandro, sepertinya ini bukan pertanda baik.

    “ permisi gue mau lewat” ucapku padanya
    “ kalo gue nggak mau” ujarnya sengak
    “ sorry gue mau lewat” masih dengan sabar aku menghadapinya

Tapi dia menepiskan buku yang aku pegang hingga jatuh dan Sandro mendorong ku untung aku nggak jatuh.

    “ eh anak panti asuhan, elo nggak usah besar kepala. Asal lo tau gue jijik liat lo. Elo kira elo bisa ngalahin gue. Udah Untung masuk kesini, gue bisa aja minta beasiswa elo dicabut. Jadi elo nggak usah bertingkahlah, atau elo udah bosan kuliah disini” cercanya padaku, rasanya sungguh sakit hatiku.

    “ apa salahnya kalo dia anak panti asuhan? Apa dia ganggu lo? Atau dia minta-minta ama lo? Nggak kan?” Dinda langsung menjawab omongan Sandro.

Aku sungguh kaget melihat Dinda membelaku. Nggak tau apa yang aku rasakan saat aku melihat Dinda membelaku, semua mata tertuju pada kami. Kayaknya ini menjadi tontonan untuk yang lain. Tampak tatapan mata yang tajam antara Dinda dan Sandro, yang sebenarnya memang sudah lama bersitegang.

    “ ada apa nie? Ngapain lo belain anak panti asuhan ini? Ohhh……. Elo udah kemakan rayuannya. Bakalan nambah satu lagi orang kampungan dikampus ini” ujar Sandro sengak, akupun geram melihatnya. Aku maju dan ingin mendamprat Sandro, tapi Dinda menghalangi aku.

    “ kenapa kalo gue kemakan rayuan Jeni Elo keganggu? Gue lebih milih kuliah dikampus yang seluruhnya orang kampung kayak jeni atau anak panti asuhan yang elo sebut tadi, dari pada harus sekampus sama orang kayak lo. Dan satu lagi asal lo tao seratus orang kayak lo nggak bakalan gantiin satu orang kayak jeni” ujar Dinda tegas.

Sandro terlihat sangan t tersinggung dengan ucapan Dinda tadi, Sandro nggak bisa ngomong apa-apa lagi dia udah diskak mat oleh Dinda. Tiba-tiba Sandro mau menampar Dinda, aku maju untuk menghalangi, tapi ternyata ada yang menangkap tangan Sandro. Dia adalah Vino. Apa yang terjadi hari ini? Apakah ini tanda-tanda akan kiamat. Kenapa semua orang yang nggak pernah gue sangka-sangka sekarang berlomba-lomba untuk saling melindungi?

ini tentang hidup

Ini tentang sebuah kehidupan, tentang sebuah jalan yang dipilih, tentang sebuah perjalanan untuk menemukan jati diri. Semuanya tertulis disini mulai dari tawa

yang tercipta dari sebuah kebahagian, senyuman yang terlahir dari dalam hati yang tulus, dan sebuah tangis yang hadir akibat kesedihan.
Kehidupan yang dijalani tak selamanya mulus dan tak selamanya derita, mereka bercampur menjadi satu terangkai dan tersimpan didalam hati menjadi sebuah kenangan

yang terukir dalam setiap detik, menit dan hari-hari yang dilalui.
Bumi ini selalu berputar di sebagian belahannya malam dan belahannya yang lain siang. Matahari dan bintang tak pernah meninggalkan kita mereka hanya bersembunyi

dibelahan dunia yang lain. Seperti itupun kehidupan selalu berputar kebahagian dan penderitaan tak akan pernah meninggalkan kita selama kita hidup tapi mereka

hanya bersembunyi menunggu kapan mereka akan hadir mewarnai kehidupan kita.
Kami adalah sekumpulan remaja yang mulai beranjak dewasa, yang baru mulai merasakan arti hidup yang sesungguhnya. Mungkin banyak anak seumuran kami mengalami hal

yang kami alami ini, tapi kami berharap cukup kami dan mereka saja dan tak ada yang lain yang merasakannya.
Jika disaat kami akan dilahirkan kami boleh memilih kami tak mau menjadi seperti ini. Tapi ada yang bilang yang menentukan warna dalam kehidupan mu apakah itu

hitam ataupun putih adalah kau sendiri. Jadi kami tak bisa menyalahkan takdir kami ataupun Tuhan. Semua ini terjadi karena pilihan kami, dan kami memilih hidup

seperti ini.
Vino, Sandro, Dinda dan Aku Jeni, kami adalah empat sahabat yang di pertemukan oleh jalan yang kami pilih. Kami adalah mahasiswa, kami satu kampus dan satu

jurusan, kami tinggal diasrama. Disinilah kami mengenal kehidupan, kehidupan yang menurut kami indah dan sejuk tetapi jika hanya dipandang, tapi jika kita

menjalaninya akan terasa bagaikan berjalan diatas ladang duri.
Kalian harus mengingat kami mungkin kami akan jadi salah satu dari sahabat mu ataupun musuh mu. Apapun jadinya kami dihati kalian, kalian harus tetap mengingat

kami.
Persahabatan ini terjadi karena satu kesamaan yaitu sama-sama memilih jalan yang salah dan persahabatan ini berdiri karena adanya perbedaan yang terus memberikan

warna disetiap langkahnya.
Tak ada satupun diantara kami yang berpikir akan menjadi sahabat, jangankan untuk menjadi sahabat untuk Saling sapa satu sama lain pun kami tak pernah. Walaupun

kami satu jurusan bahkan aku dan Dinda yang satu asrama saja tak pernah saling sapa untuk saling tersenyum saja saat bertemu itu tak pernah terjadi.
Dinda adalah seorang anak konglomerat yang dipaksa oleh orang tuanya masuk kesini karena sewaktu SMA kerjaannya hanya hura-hura menghabiskan uang orang tuanya

dan nilainya pun nggak ada yang bener. Aku sering mendengar dia mengeluh ketika menelpon orang tuanya.
“ ma Dinda nggak tahan tinggal disini, dari mulai tempat tidurnya yang nggak nyaman, terus nggak ada AC lagi banyak dech pokoknya. Pokoknya minggu depan Dinda

mau pindah. Dinda bisa gila ma kalo lama-lama disini” ujarnya
Tapi minggu depan dia tetap kembali keasrama dengan muka yang cemberut dan ketika masuk kekamarnya dia akan menghempaskan pintu kamarnya. Selly teman sekamarnya

akhirnya pindah kekamar ku karena tak tahan, Selly kembali kekamarnya hanya untuk mengganti baju atau mengambil buku saja.
Dinda sangat sombong, dia suka meremehkan orang lain. Dinda memang cantik bisa dibilang dia cewek yang paling cantik disini dan dia juga kaya malah sangat kaya,

mungkin uang orang tuanya nggak akan habis sampe tujuh keturunan. Dinda menjadi idaman setiap laki-laki disini, setiap hari ada saja yang menyatakan cinta

padanya tapi tak ada satupun yang diterimanya.
Musuh berat Dinda adalah Sandro, Sandro sama dengan Dinda anak orang kaya, tapi yang membedakan mereka adalah Sandro pintar dan dia masuk kesini karena memang

pilihannya. Sandro adalah Pria idaman setiap wanita (PISW) sedangkan Dinda adalah Perempuan idaman setiap Pria (PISP). Setiap kali bertemu ku pastikan mereka

pasti akan bertengkar. Sifat Sandro dan Dinda tak jauh beda sama-sama keras kepala, sombong dan sok berkuasa itu menurut ku karena mereka merasa orang tua mereka

sanggup membeli apapun termasuk kampus ini.
“ gue heran sama Daniel mau-maunya dia sama cewek yang nggak ada otaknya” ujar Sandro
Sekarang kami lagi dikantin menyaksikan Daniel dengan romantisnya menyatakan cintanya pada Dinda, dan aku tau apa yang akan terjadi.
    “ din, aku cinta sama kamu, aku sayang sama kamu. Kamu adalah permaisuri dihatiku, namamu telah terukir didalam hatiku” ujar Daniel merayu sambil duduk

didepan Dinda sambil memegang bunga entah didapatnya dari mana bunga itu.
Dinda membimbing Daniel berdiri, ini agak aneh biasanya Dinda langsung pergi meninggalkan mereka yang artinya dia menolak mereka, tapi ini agak aneh. Dinda

merapikan bajunya Daniel, Daniel tampak senyum-senyum dia sudah tampak sangat percaya bahwa cintanya akan diterima.
“ Dan gue tau seberapa besar cinta elo ke gue, mungkin nggak sama denga cowok- cowok yang pernah nyatain cintanya kegue. Tapi gue rasa gue nggak pantes dapet

cinta elo itu, sorry ya Dan” ujar Dinda menolak dengan kata-kata yang sungguh bijak, entah apa yang dimakannya tadi pagi sehingga kata-katanya hari ini terdengar

sangat menenangkan hati.
“ nggak papa koq Din, gue juga nggak bisa maksain perasaan ini ke elo” ujar Daniel, tampaknya Daniel sungguh beruntung biasanya yang ditolak oleh Dinda pasti

akan mencak-mencak sakit hati karena ditolak mentah-mentah oleh Dinda, tapi walaupun sakit hati mereka tetep aja mengejar Dinda.
Dinda beranjak pergi, dia berjalan lurus hingga berpapasan denga Sandro, Dinda menghentikan langkahnya. Kita lihat saja apa yang akan terjadi.
“ gue Cuma mau kasih tau sama lo kalo gue bukan cewek yang nggak punya otak. Gue rasa elo Cuma ada otak tapi nggak punya hati. Gue rasa itu lebih rendah lagi”

ujar Dinda lembut tapi tetap menyakitkan Sandro tampak sangat geram mendengar omongan Dinda tadi, tapi dia tak dapat berbuat apa-apa karena Dinda telah pergi

meninggalkan dia. Itu lah pertengkaran antara kedua anak orang kaya yang sama-sama menjadi idola disini.
Dari kejauhan tampak Vino yang sedang dijemur dilapangan sambil dikalungi kertas yang dilaminating dan tertulis “SAYA TIDAK DISIPLIN”. Kali ini apa lagi yang

diperbuat oleh ‘trouble maker’ itu yang pasti dia melanggar peraturan disini. Vino benar-benar nakal, setiap hari pasti ada saja ulahnya entah itu datang

terlambat, nggak pakek dasi, ngerokok dilingkungan kampus dan lain sebagainya yang nggak mungkin aku sebutin satu persatu.
Aku rasa nggak ada hal yang ditakuti oleh Vino, nyalinya terlalu besar dan sifatnya yang bebas itu membuat dia sulit untuk beradaptasi dilingkungan seperti ini

lingkungan yang memaksanya untuk mematuhi banyak sekali peraturan. Siapa dikampus ini yang tak mengenalnya, tapi yang buat aku agak salut dengannya adalah walau

dia nakal dan selalu melanggar peraturan tapi dia tak pernah mengusik orang, dia hidup dengan dirinya sendiri dan gayanya sendiri.
Dan aku sendiri adalah seoarang mahasiswa yang tak popular nggak sama dengan Dinda, Sandro ataupun Vino. Mungkin ada atau tidaknya aku tak akan ada yang

menyadarinya. Aku hanya lah seorang anak panti asuhan yang bernasib baik mendapatkan beasiswa untuk kuliah disini, universitas yang cukup favorit.
Aku adalah seorang anak yang tak diharapkan untuk dilahirkan, entah apa yang dipikirkan oleh orang tua ku hingga ditega membuang ku kepanti asuhan, di panti

asuhan ini aku hidup dan dibesarkan. Terkadang tumbuh perasaan iri pada teman-teman ku yang memiliki keluarga yang utuh.
Aku hidup bersama orang-orang yang tidak diharapkan ada didunia ini, kami adalah orang-orang yang tersisihkan karena dosa orang tua kami. Apa salah kami hingga

mereka tega meninggalkan kami seperti ini. Jika suatu saat aku bertemu dengan kedua orang tua ku, aku hanya ingin bertanya pada mereka mengapa mereka tidak

membunuh ku saja sewaktu aku baru lahir atau kenapa aku tak digugurkan saja? Agar aku tak merasakan kehidupan yang kejam ini.

kenangan itu terus ada bag 1

Secara tak sengaja saat aku pulang kuliah, aku lewat taman dekat rumahku. aku melihat anak-anak SMA bermain basket, tanpa mengganti baju mereka. aku sejenak menghentikan langkah kaki, aku memperhatikan mereka. mereka tampak  cukup serius bermainnya, walau terkadang terdengar gelak tawa mereka.

aku kembali berjalan menuju kerumahku.
akh... melihat mereka bermain basket kembali mengingatkanku tentang dia. Iya dia, orang yg pernah aku suka, orang yg pernah aku cinta. Tidak hanya dia tapi aku teringat akan semua sahabat ku. Sahabat yang sampai sekarang masih tetap menjadi sahabat ku. Dan dia adalah salah satu dari sahabat ku itu.

Aku mulai sadar bahwa aku menyukainya kira-kira waktu aku kelas 2 SMA itupun udah mau semester akhir. udah mau kenaikan kelas. sejak saat itu mulai memendam perasaan ku padanya.
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management