Bag 2
Persahabatan adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Fitrah manusia yang memerlukan komunitas mengharuskan kita bersosialisasi, terkadang keberadaan sahabat menjadi lebih penting dari sekedar kenalan. Kehidupan kita tak akan pernah lepas dari seorang sahabat dan menurutku setiap orang pasti membutuhkan itu.
Hari ada kelas KWN ini adalah salah satu MKU atau mata kuliah umum yang harus ada. Entah aku pun juga bingung dengan dosen ku satu ini namanya Pak Yahya empat jam mata kuliah ini mungkin hanya satu jam membahas materi selanjutnya dia menjelaskan hal-hal yang sering terjadi dilingkungan ini. Menurut aku dia bukan hanya sekedar mengajar tapi dia mencoba untuk mendidik kami dengan memberikan hal-hal yang mungkin sering kami temui dan tak dapat kami artikan itu sebagai pembelajaran.
“ sekarang menurut kalian apa arti dari seorang sahabat? Dan apakah setiap orang memerlukan itu?” ujar pak Yahya melontarkan pertanyaan.
Aku rasa itu bukan lah sebuah pertanyaan yang harus dijawab. Semua yang ada dikelas belomba-lomba untuk menjawab, bisa dikatakan mereka mengatakan iya dengan menggunakan berbagai alasan yang berbeda ada yang dari sangat diplomatis dan sampe yang sangat simple “ kita tak akan mampu hidup tanpa orang lain”. Yups bener banget kita terlahir sebagai makhluk social.
“ menurut saya pak, sahabat bukan lah seorang yang penting dalam hidup saya dan hanya tak membutuhkannya” Sandro berdiri dan memberikan argumentnya yang membuat semua perhatian dikelas beralih kepadanya.
Entah apa yang ada didalam otaknya hingga dia bisa berpendapat seperti itu.
“ apa alasannya?” ujar pak yahya
“ mungkin memang takdir kita adalah sebagai makhluk social, tapi itu tak mengharuskan kita memiliki sahabat. Menurut saya tak ada yang bisa dipercaya didunia ini selain diri kita sendiri, jadi saya rasa sahabat itu bukanlah sesuatu yang berarti” ujarnya.
“ nggak usah munak dech lo, tapi menurut gue wajar aja kalo elo berpendapat kayak gitu secara elo nggak ada temen” sela Vino yang terdengar agak geram.
“ jadi tidak ada didunia ini yang kamu percayai untuk berbagi”
“ tidak pak”
Pak yahya hanya manggut-manggut saja.
“ maaf saya hanya ingin menanggapi argument saudara Sandro, mungkin nggak ada didunia ini yang anda percayai untuk berbagi cerita hidup anda. Saya rasa jangankan sahabat keluargapun anda tidak punya”
“ apa maksud mu?” ujarnya tampak geram mendengar komentar ku.
“ maksud saya, mungkin banyak didunia orang yang tidak beruntung seperti anda yang tidak mempunyai sahabat, tapi asal anda tau mereka tetap masih ada keluarga yang mereka percayai untuk sekedar berbagi apa yang telah terjadi dengan dirinya hari ini. Dan untuk anda ketahui ada sebuah pribahasa dari Mark Twain
yaitu, Grief can take care of itself, but to get the full value of joy you must have somebody to divide it with. Saya rasa anda lebih mengerti apa yang saya maksud. Terima kasih”
yaitu, Grief can take care of itself, but to get the full value of joy you must have somebody to divide it with. Saya rasa anda lebih mengerti apa yang saya maksud. Terima kasih”
Setelah aku berbicara semua teman-teman ku bertepuk tangan.
“ baik lah hari ini cukup smapai disini, oh ya untuk Sandro mungkin kamu perlu merenungkan argumen kamu sendiri dan tanggapan dari Jeni”
Aku rasa belum terlalu jauh pak yahya keluar dari kelas kami Sandro datang menghampiri ku.
“ eh lo jangan merasa menang dan besar kepalanya” ujarnya
“ maaf sebelumnya saya nggak merasa menang dari siapapun dan kepala saya tidak membesar tetap seperti. Tolong di catat ya..” ujar ku sambil berlalu meninggalkan dia.
Ada perasaan bahagia dalam hati ku karena aku berhasil mematahkan argument dari Sandro yang biasanya jarang sekali ada diantara kami yang bisa mematahkan argumentnya. Aku pastikan dia pasti sangat kesal padaku, mungkin kalo bisa dia ingin memukuli ku sampai dia puas.
Diasrama ini aku menghabiskan sisa waktu sepulang kuliah, melepaskan penat dengan bercanda-canda bersama teman-teman. Sebagai junior kami agak sedikit merasa tertekan batin, soalnya kalo kami salah aja dikit pasti langsung kena marah coba mereka hmmmmmm……… suka-suka mereka. Kadang kalo dipikir semua yang ada disini mempunyai hak dan kewajiban yang sama terus kenapa kami diperlakukan seperti ini.
Hari ini kami kuis mata kuliah Rangkaian Analog, salah satu mata kuliah selalu membuat aku pusing. Aku belajar semampu ku dengan meminta bimbingan dengan teman-temanku yang lebih menguasi mata kuliah ini dari pada aku. Lumanyanlah hasil belajar ku semalam buktinya aku bisa mengisi dengan lancer. Waktu masih bersisa setengah jam aku sudah berhasil mneyelesaikan soalnya, aku melirik teman-teman ku semua khusyuk mengerjakan soal, dan saat aku menoleh kearah Vino kertas jawabannya masih kosong melompong. Tak tega aku melihatnya, kemudian aku menyalinkan jawaban ku kekertas lain dan saat aku akan mengumpul kuberikan kertas itu padanya.
“ thank’s” ucap Vino, aku hanya membalasnya dengan tersenyum.
Hari-hari terus berlalu, kamipun sudah mulai beradaptasi dengan kehidupan disini. Semuanya sudah menemukan sela-sela untuk mendapatkan ketenangan disini. Akhir-akhin Dinda kuperhatikan sering murung, dikampuspun dia banyak diam tidak seperti biasanya. Sekarangpun sudah jarang cowok-cowok disini menyatakan cinta padanya, mungkin mereka sudah tau apa yang akan dikatakan oleh Dinda pasti lah “TIDAK”.
Seperti biasanya makan malam jam ½ 7 malam, udah jadi peraturannya kalo udah jam ½ 7 masih belum datang keruang makan maka akan ditinggal. Hari ini aku tidak makan, aku hanya duduk diruang tengah. Aku melihat Dinda masuk wajahnya tampak murung dan kayaknya pucat, apa Dinda sakit????.
“ kenapa nggak makan Din?” Tanya ku
“ nggak kebagian” jawabnya Lemas
“ kalo mau makan gue ada mie tuh masak aja”
“ nggak usah makasih”
“ ya udah kalo gitu”
Dinda menanggapiku dengan dingin, menurut ku ada yang membebaninya. Mukanya tampak pucat tak sehat. Terdengar suara sesuatu yang jatuh kelantai. Aku berdiri untuk mengecek apa yang jatuh saat aku lihat ternyata Dinda pingsan.
“ Din, bangun din….” Ujar ku mengoyang-goyangkan tubuhnya, aku bingung ahrus bagaimana. Aku tak akan sanggup untuk membopong Dinda masuk kekamarnya, mana diasrama sepi lagi karena pada makan semua.
“ assalammualaikum” terdengar suara dari depan pintu. Aku langsung berdiri menghampiri mereka.
“ mbak tolong Dinda pingsan” ujarku panic
Mereka langsung berlali melihat kondisi Dinda, akhirnya kami mengangkat Dinda dan membawanya kekamarnya.
“ dinda kenapa Jeni?” Tanya mbak Lisa coordinator asrama kami.
“ nggak tau juga mbak, tadi waktu dia datang tiba-tiba langsung jatuh gitu aja. Apa kita bawa kerumah sakit aja mbak?” ujar ku panic
“ nggak usah, kayaknya Dinda Cuma kecapekan aja. Bentar algi juga sadar, kalo dia udah sadar nanti kasih dia minum obat ini ya” ujar mbak lisa
Aku menganggukan kepalaku, pada saat inilah rasa kekeluargaan benar-benar terasa disini. Walaupun keluarga kita tak ada disini tapi kita tidak akan terlalu merasakan itu.
seniorku dan teman-teman yang lain keluar dari kamar Dinda, sekarang hanya ada aku, Selly dan Fira teman sekamarku.
“ sel, emangnya Dinda gimana akhir-akhir ini?” Tanya Fira pada Selly
“ gue nggak tau juga, soalnya gue kan jarang banget dikamar, kalian tau sendiri. Tapi emang akhir2 ini Dinda suka ngelamun nggak tau apa yang dipikirin”
“ ya udah dech, malem ini kita tidur disini aja ya fir” ajak ku
“ iya, tapi aku ama Selly mau keluar sebentar dulu ya, soalnya ada rapat nie. Ntar kalo dah selesai kita langsung pulang. “
Aku memandangi Dinda yang sedang tertidur lelap dengan banyak tanda Tanya, apa yang terjadi padanya?. Dia tak mau berbagi dengan kami, dia hanya menyimpannya dalam hati dan ia tanggung sendiri. Aku iba melihatnya, dia mempunyai segalanya bahkan apapun yang diinginkannya bisa dimilikinya, tapi hanya satu yang belum ia miliki dan ia tak bisa menggunakan kekuasaan orang tuanya atau apapun yang dia punya untuk dapat memilikinya, yaitu dia tak mememiliki SAHABAT untuk berbagi kesedihan dan kebahagiaan dalam kehidupannya.



21.15
ikha..
Posted in:
0 komentar:
Posting Komentar